NAMA : LAILA ZAHIRAH RAHMAH
NPM : 19210813
KELAS : 4EA17
TUGAS
KE : 3 SOFTSKILL (ETIKA BISNIS)
IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA
ABSTRAK
Laila Zahirah Rahmah, 4EA17, 19210813
IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA
Makalah. Jurusan
Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2013
Kata kunci
: Iklan Dalam Etika dan Estetika
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana dalam dunia bisnis, iklan merupakan satu kekuatan yang dapat
digunakan untuk menarik konsumen sebanyak – banyaknya. Tapi iklan tidak
diterima oleh target tertentu (langsung). Penekanan utama iklan adalah akses
informasi dan promosi dari pihak produsen kepada konsumen. Iklan
dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan
diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku, dsb). Sebagai media,
baik yang berupa visual atau oral, iklan jenis punya tendensi untuk
mempengaruhi khalayak umum untuk mencapai target keuntungan. Tulisan ini
mencoba memaparkan etika dalam iklan. Untuk itulah perlu ada prinsip – prinip yang
perlu diperhatikan dalam dunia periklanan agar segi negative dari iklan
tersebut dikurangi. Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral maupun
bisnis.
BAB I
PENDAHULUAN
Sesuai dengan fungsinya
baik secara mikro dan makro, sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika dan
tanggung jawab sosial. Nantinya, jika sebuah perusahaan memiliki etika dan
tanggung jawab sosial yang baik, bukan hanya lingkungan makro dan mikronya saja
yang akan menikmati keuntungan, tetapi juga perusahaan itu sendiri.
Didunia usaha khususnya
perusahaan periklanan, secara kondisional iklan di maksudkan untuk
memperkenalkan suatu produk kepada konsumen. Karena iklan itu harus dibuat
semenarik mungkin dan sedramatis mungkin sehingga mau tidak mau konsumen akan
tertarik untuk memperhatikannya.
Hal yang menjadi
sorotan masalah iklan adalah sejauh mana komitmen moral atau etika bisnis yang
dimiliki perusahaan dalam mempertanggungjawabkan materi atau isi pesan yang
disampaikan kepada masyarakat. Hal ini sangat penting mengingat produk
dipasaran sangat banyak jumlahnya, dan pengetahuan konsumen tentang produk
lebih banyak didapat dan informasi produsen. Etika bisnis dalam mengkampanyekan
produk kepada khalayak sasaran memang penting dipahami oleh pihak produsen. Hal
ini agar masyarakat tidak merasa tertipu oleh sajian – sajian iklan yang “bombastis”
yaitu khalayak mendapat informasi yang sebenarnya dari produk yang diiklankan.
Hampir setiap hari kita
dibanjiri oleh iklan yang disajikan media – media massa, baik cetak maupun
elektronik. Akibatnya seakan – akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari –
hari untuk sebagian besarnya dikondisikan oleh iklan.
Tanpa kita sadari,
iklan ternyata sungguh – sungguh ditampilkan sebagai kekuatan ekonomi dan
sosial yang mempengaruhi sebagian besar hidup kita, terutama sehubungan dengan
upaya mendapatkan barang dan jasa pemuas kebutuhan. Apalagi iklan – iklan tersebut
disiarkan lewat media radio atau ditayangkan lewat layar televisi.
Batasan Masalah
Dalam penyusunan penulisan ini penulis
membatasi menjadi beberapa sub pokok bahasan meliputi :
1.
Sejarah Etika Periklanan Di Indonesia
2.
Keuntungan dan Kerugian Iklan
3.
Beberapa Prinsip Moral yang Perlu Dalam
Iklan
Maksud dan Tujuan
Adapun tujuan penulis untuk memenuhi
tugas softskill mata kuliah Etika Bisnis dalam membuat jurnal atau tulisan
tentang Iklan dalam Etika dan Estetika apa saja. Maksud dari penulisan ini
adalah :
1. Untuk mengetahui iklan dalam etika dan
estetika tentang bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk
barang dan jasa kepada konsumen.
2. Untuk mengetahui bagaimana tata karma dari
isi iklan tersebut.
3. Dapat memberikan gambaran/kriteria dalam
pengambilan keputusan serta sebagai alat evaluasi.
BAB II
LANDASAN TEORI
Etika
adalah Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (KBBI).
Etika Secara Umum :
µ Jujur :
tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang diiklankan
µ Tidak
memicu konflik SARA
µ Tidak
mengandung pornografi
µ Tidak
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
µ Tidak
melanggar etika bisnis, ex: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
µ Tidak
plagiat
Estetika
adalah Berkaitan dengan keindahan, seni. Selain etis, estetis iklan juga harus
mengandung daya tarik seni, estetika. Agar iklan itu mach,
dan tidak membosankan selain itu iklan dengan estetika yang baik, juga akan
mengundang daya tarik khalayak (desire) untuk memperhatikan iklan tersebut dan
kemudian melakukan action membeli dan menggunakan produk tersebut.
Etis
adalah berkaitan dengan kepantasan, Apakah iklan itu pantas untuk ditayangkan?
secara etika memang iklan harus ah memuat sesuatu yang jujur tapi bukan
berarti lalai dengan ke-etis-an iklan tersebut.
Estetis
adalah berkaitan dengan kelayakan, kepada siapa iklan itu ditujukan siapa
target marketnya, siapa target audiennya, kapan iklan terebut harus
ditayangkan. Produsen rokok selalu menayangkan iklannya pada waktu-waktu dimana
anak kecil sudah tidur. Ya.. Memang harus demikian, karena iklan itu hanya
ditujukan untuk orang dewasa.
Menurut
Thomas M. Garrey, SJ, iklan dipahami sebagai
aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral disampaikan
kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk
membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan
ekonomi secara positif terhadap idea – idea, institusi – institusi atau pribadi
– pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut.
Iklan merupakan sebuah
proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk orang untuk mengambil tindakan
yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi
perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, pendapat, pemikiran dan citra
konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek, tujuan periklanan ini
bermuara pada upaya untuk dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli
sebuah produk yang ditawarkan.
Kata Iklan sendiri
berasal dari bahasa Yunani, yang
artinya adalah upaya menggiring orang pada gagasan. Adapun pengertian secara
komprehensif atau luas adalah semua bentuk aktifitas untuk menghadirkan dan
mempromosikan ide, barang ataupun jasa secara nonpersonal melalui media yang
dibayar oleh sponsor tertentu. (Durianto, dkk, 2003).
Menurut
pakar periklanan dari Amerika, S. William Pattis (1993)
iklan adalah setiap bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi dan
mempromosikan produk dan jasa kepada seseorang atau pembeli yang potensial.
Tujuannya adalah mempengaruhi calon konsumen untuk berfikir dan bertindak
sesuai dengan keinginan si pemasang iklan.
Menurut
Roman, Maas & Nisenholtz. 2005, Pengertian lainnya,
iklan adalah seni menyampaikan apa yang ditawarkan atau dijual untuk
mendapatkan perhatian dan menempatkan produk secara unik kedalam pikiran
konsumen dengan alat bantu.
Menurut
Britt, iklan sejak semula tidak bertujuan memperbudak
manusia untuk tergantung pada setuap barang dan jasa yang ditawarkan, tetapi
justru menjadi tuan atas diri serta uangnya, yang dengan bebas menentukan untuk
membeli, menunda atau menolak sama sekali barang dan jasa yang ditawarkan.
Pengertian antara iklan
dan periklanan mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa
keduanya merupakan pesan yang ditujukan kepada khalayak. Perbedaannya yaitu
iklan lebih cenderung kepada produk atau merupakan hasil dari periklanan,
sedangkan periklanan merupakan keseluruhan proses yang meliputi penyiapan,
perencanaan pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan.
Iklan merupakan bagian
dari bauran promosi (promotion mix) sedangkan bauran promosi adalah bagian dari
bauran pemasaran (marketing mix) dimana marketing mix meliputi product, price,
place, promotion.
Sebagai kekuatan utama
ekonomi, iklan justru menjadi sarana yang efektif bagi produsen untuk
menstabilkan atau terus meningkatkan penawaran barang dan jasa. Sementara
konsumen dengan sendirinya juga membutuhkan iklan, terutama ketika mereka hidup
dalam sebuah masyarakat yang ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat,
sebuah masyarakat konsumtif dengan tingkat permintaan akan barang dan jasa yang
yerus meningkat.
Di sini sebenarnya
iklan melakonkan tiga peran sekaligus. Pertama, iklan informatif.
Jenis iklan ini bertujuan untuk menginformasikan secara objektif kepada konsumen
kualitas dari barang tertentu yang diproduksi, nilai-lebih dari barang
tersebut, fungsi-fungsinya, harga serta tingkat kelangkaannya. Kedua,
iklan persuasif atau sugestif. Jenis iklan ini tidak sekadar menginformasikan
secara objektif barang dan jasa yang tersedia, tetapi menciptakan
kebutuhan-kebutuhan akan barang dan jasa yang diiklankan. Dan ketiga,
iklan kompetitif. Meskipun meliputi juga iklan informatif dan persuasif, jenis
iklan ini lebih dimaksud untuk mempertahankan serta memproteksi secara
kompetitif kedudukan produsen di hadapan pelaku produksi lainnya.
Masalah moral dalam
iklan muncul ketika iklan kehilangan nilai-nilai informatifnya, dan menjadi
semata-mata bersifat propaganda barang dan jasa demi profit yang semakin tinggi
dari para produsen barang dan jasa maupun penyedia jasa iklan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Untuk memperoleh data
yang digunakan dalam tugas ini, penulis menggunakan metode searching di
Internet, yaitu dengan membaca referensi – referensi yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas dalam tugas ini.
Penulis juga memperoleh
data dari pengetahuan yang penulis ketahui. Selain itu penulis juga mencari
data melalui media elektronik seperti menonton acara berita yang secara tidak
sengaja membahas tentang iklan dalam etika dan estetika.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1.
Sejarah Etika Periklanan Di Indonesia
4.1.1.
Sejarah Periklanan
Secara mendasar, upaya
periklanan telah dimulai sejak ribuan tahun yang lalu. Banyak penemuan-penemuan
purbakala yang mengungkapkan adanya bukti kegiatan promosi dan periklanan sejak
jaman dahulu, walaupun masih dilakukan dalam bentuk yang sangat sederhana.
Sejarah periklanan telah dimulai ribuan tahun lalu, ketika bangsa-bangsa di
dunia mulai melakukan pertukaran barang. Wright (dalam Liliweri, 1992) mencatat
bahwa kira-kira 3000 tahun sebelum Masehi, bangsa Mesopotamia dan Babilonia
telah meletakkan dasar-dasar periklanan seperti yang terlihat sekarang ini.
Pada jaman itu, pedagang-pedagang menyewa perahu-perahu dan menyuruh pedagang
keliling mengantarkan hasil produksi ke konsumen yang tinggal di pedalaman
dengan menggunakan teknik pemasaran door to door. Pada jaman Yunani dan
Romawi, teknik beriklan mengalami perkembangan . Pada jaman ini telah dikenal
perdagangan antarkota dimana iklan pada terekota dan perkamen sudah mulai
digunakan untuk kepentingan Lost & Found (Kasali, 1995). Pada masa inilah
mulai disadari pentingnya menggunakan medium untuk menyampaikan informasi. Para
pemilik usaha menggunakan pahatan di dinding-dinding kota untuk memberitahu
orang banyak bahwa mereka mempunyai dagangan tertentu. Pada zaman Caesar,
banyak toko di kota-kota besar yang telah mulai memakai tanda dan symbol atau
papan nama sebagai media utama dalam beriklan.
Periklanan memasuki
babak sejarah yang sangat penting ketika kertas ditemukan pada tahun 1215 di
Cina dan mesin cetak diciptakan Johann Gutenberg pada tahun 1450. Sejak
itu medium-medium kuno ditinggalkan. Orang beralih ke pamphlet atau
selebaran-selebaran untuk menginformasikan atau menjual sesuatu. Selebaran dan
pamflet inilah yang menjadi cikal bakal munculnya surat kabar, sebuah medium
klasik yang sampai sekarang tetap menjadi pilihan pengiklan sebagai medium
utama.Periklanan mengalami perkembangan yang luar biasa cepat seiring dengan
tumbuhnya era industri. Populasi penduduk dunia meningkat, industri-industri
baru tumbuh dan iklan menempati posisi yang penting untuk mendorong penjualan.
Sampai abad 19, belum ada perusahaan periklanan (advertising agency) baik di
Eropa maupun di Amerika. Jadi, siapapun yang ingin mengiklankan sesuatu harus
berhubungan dengan surat kabar. Sekitar tahun 1800-an, kerumitan dan kesulitan
diantara pengiklan dan surat kabar mulai berkembang. Para pengiklan merasakan
kebutuhan untuk menjangkau khalayak yang lebih luas, bukan hanya masyarakat
yang tinggal satu kota dengannya saja – sebagaimana distribusi surat kabar pada
masa itu. Perkembangan itulah yang melahirkan kebutuhan perlunya penghubung
antara surat kabar dengan pengiklan. Hower mencatat dua nama pertama yang
bertindak sebagai advertising agent, yaitu Volney B. Palmer di Philadelphia dan
John Hooper di New York. Oleh orang-orang sesudah mereka, bisnis tersebut
dikembangkan ke dalam sebuah institusi yang disebut advertising agency.
Karena memiliki
tanggung jawab moral dan interaksi yang cukup banyak dengan beragam segmen,
para praktisi periklanan di sekitar abad 19 mulai meletakkan standar-standar
periklanan yang lebih baik. Sebagai contoh, FW Ayer & Son yang didirikan di
Philadelphia menjadi advertising agency tertua yang memberi tatanan modern pada
bisnis periklanan. Agency yang didirikan Francis Wayland Ayer ini memperbaiki
teknik-teknik periklanan dan memajukan standar layanan sebuah agency, termasuk
mengembangkan prinsip-prinsip etika bagi sebuah bisnis yang sukses.
Beberapa standar
penting yang berlaku saat ini merupakan ‘peninggalan’ para praktisi periklanan
di abad 19 maupun awal-awal abad 20, seperti besarnya persentase komisi bagi
agency sebesar 15% yang berlaku pada tahun 1917 maupun pembagian aktifitas
perusahaan periklanan ke dalam 3 bidang dasar yaitu: account, creative dan
media.
4.1.2.
Perkembangan Periklanan di Indonesia
Perkembangan periklanan
di Indonesia telah ada sejak lebih dari se abad yang lalu. Iklan yang diciptakan
dan dimuat di surat kabar telah ditemukan di surat kabar “Tjahaja Sijang” yang
terbit di Manado pada tahun 1869. Surat kabar tersebut terbit sebulan sekali
setebal 8 halaman dengan 4 halaman ekstra. Iklan-iklan yang tercantum di surat
kabar tersebut bukan hanya dari perusahaan / produsen, tetapi juga dari
individu yang mencantumkan iklan untuk kepentingan pribadi.
Di tempat lain juga
telah ada kegiatan periklanan melalui surat kabar, yaitu di Semarang pada tahun
1864. Surat kabar “De Locomotief yang beredar setiap hari telah memuat iklan
hotel / penginapan di kota Paris. Iklan di kedua surat kabar ini masih
didominasi oleh tulisan dan belum bergambar, karena kesulitan teknis cetak pada
saat itu.Dalam perkembangannya, setiap surat kabar yang terbit kemudian, juga
mencantumkan iklan sebagai sarana memperoleh penghasilan guna membiayai ongkos
cetaknya.
4.1.3.
Fungsi Periklanan
Periklanan dibedakan dalam dua fungsi :
fungsi informatif dan fungsi persuasif. Tetapi pada kenyataannya tidak ada
iklan yang semata-mata informatif dan tidak ada iklan yang semata-mata
persuasif.
4.2.
Keuntungan dan Kerugian Iklan
Mengikuti dokumen yang
dikeluarkan oleh komisi kepausan bidang komunikasi sosial mengenai etika dalam
iklan, paling kurang ada empat keuntungan dan ketugian yang bisa
diperoleh dari iklan, yakni keuntungan dan kerugian di dalam bidang ekonomi,
politik,kultural dan agama, serta moral. Keempat hal tersebut akan
dideskripsikan berikut :
¶ Bidang
ekonomi
Dalam
kerangka tindakan ekonomi secara luas, iklan merupakan sebuah jaringan kerja
yang amat kompleks karena melibatkan produsen (pemasang iklan), pembuat iklan
(advertiser), agen-agen, media iklan, para peneliti pemerintah, maupun
masyarakat itu sendiri. Maka keuntungan-keuntungan maupun kerugian-kerugian di
bidang ekonomi juga berpengaruh secara langsung terhadap para pelaku ekonomi
itu.
Iklan
ternyata memampukan perusahaan-perusahaan untuk bisa menjual lebih banyak dan
efektif produk-produknya. Keuntungan maksimal lalu menjadi semacam finalitas
yang mau direalisir. Sementara bagi masyarakat konsumen, iklan bisa menyediakan
informasi mengenai bagaimana dan di mana kebutuhan-kebutuhan akan badang dan
jasa bisa terpenuhi secara lebih mudah dan efisien.
Maka
sebagaimana juga disinyalir oleh A.
Sonny Keraf tidak mengherankan jika kemudian muncul kesan bahwa iklan
menampilkan citra bisnis sebagai “kegiatan menipu dan memperdaya konsumen untuk
mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.” Dan sebagaimana juga dikritik oleh
Sri Paus Yohanes Paulus II, iklan lebih serinbg ditampilkan sebagai media
pembentuk masyarkat konsumenristis yang preokupasi utamanya adalah menumpuk
barang dan jasa sebanyak mungkin (to have), dan bukannya memanfaatkan
barang dan jasa yng sungguh-sungguh dibutuhkan untuk merealisir eksistensi
dirinya (to be). Di sini kemudian digarisbawahi bahwa iklan memang
bisa meningkatkan standar hidup konsumen.
¶ Bidang
Politis
Seringkali
juga media assa menampilkan atau menayangkan iklan-iklan politik. Ini bisa
menguntungkan semua pihak sejauh tidak dipakai semata-mata demi kepentingan
tiranis pihak penguasa, tetapi sebagai ekspresi daru sebuah kehidupan
politik yang demokratis. Artinya, dengan iklan politik, masyarakat tidak hanya
mendapatkan informasi perihal segala kebiakan yang tengah dn akan diambil
pemerintah, tetapi juga sebagai konsekuensi semakin meningkatnya partisipasi
masyarakat dalam kehidupan politik, yakni dalam menentukan pilihan-pilihan
politisnya.
¶ Bidang
Kultural
Secara
ideal harus dikatakan bahwa iklan semestinya dikemas sebegitu rupa supaya tidak
hanya bernilai secara moral, tetapi juga intelektual dan estetis. Selain itu,
para pemasang iklan juga mesti mempertimbangkan kebudayaan dari masyarakat yang
menjadi “sasaran” iklan. Prinsip umum yang dianut adalah bahwa masyarakat harus
selalu diuntungkan secara kultural. Hal ini hanya bisa terwujud kalau isi iklan
bukan merupakan cerminan dari kehidupan glamor kelompok kecil masyarakat kaya
atau pun masyarakat dunia pertama yang wajib diimitasi secara niscaya oleh
mayoritas masyarakat miskin atau pun masyarakat dunia ketiga, tetapi merupakan
cerminan dan dinamisme kehidupan masyarakat miskin itu sendiri, karena iklan
menginformasikan barang dan jasa yang sungguh-sungguh mereka
butuhkan, dan itu berarti sesuai dengan stadar hidup mereka. Prinsip yang
secara etis dipegang teguh adalah bahwa iklan tidak harus pertama-tama
menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru, atau mengekspos pola kehidupan baru yang
malah mengasingkan masyarakat dari kebudayaannya sendiri.
Dalam
kenyataannya, iklan lebih sering menampilkan kebudayaan hidup masyarakat yang
lebih suka menonjolkan kompetisi di segala bidang kehidupan seraya membuang
jauh-jauh rasa solidaritas antarsesama. Iklan juga seringkali meremehkan
unsur-unsur edukatif, standar moral serta seni yang tinggi. Bahkan boleh
dikatakan bahwa sebagaian besar iklan menampilkan warna dominasi kaum lelaki
atas kaum perempuan.
¶ Bidang
Moral dan Agama
Ajaran-ajaran
moral dan agama juga sering kali disampaikan lewat iklan. Ajaran-ajaran moral
dan agama tersebut kepatuhan kepada kehendak Yang Ilahi, toleransi,
belaskasihan, pelayanan dan conta kasih kepada sesama yang lebih membutuhkan
pertolongan, pesan-pesan mengenai kesehatan dan pendidikan, dll bertujuan untuk
memotivasi masyarakat ke arh kehidupan yang baik dan membahagiakan.
Maka
sebenarnya yang perlu diusahakan bukannya meniadakan iklan, tetapi meniadakan
isi atau maksud dari iklan yang obsesi utamanya adalah mengkonstruksi sebuah
masyarakat konsumtif dengan seluruh konsekuensi yang menyertainya. Kalau kita
setuju dengan analisis Dr. Gregory Baum, bahwa media massa dan iklan cendrung
mengkonstruksi realitas dan bahwa realitas tersebut umumnya bersifat
konsumtif-materialistis yang sungguh-sungguh mensugesti manusia untuk secara
niscaya menanggapinya, maka bahaya pengrusakan lingkungan karena mentalitas
hidup konsumtif sungguh-sungguh serius. Sama seperti yang ditegaskan
dokumen kepausan mengenai etika dalam iklan, komitmen untuk mencegah upaya pengrusakan
lingkungan ada pada mereka yang berkehendak baik, yang mau mengusahakan sebuah
kehidupan bersama yang utuh dan integral, baik antara manusia maupun dengan
lingkungan tempat kediamannya.
4.3.
Beberapa Prinsip Moral yang Perlu Dalam Iklan
Terdapat paling kurang
3 prinsip moral yang bisa dikemukakan di sini sehubungan dengan penggagasan
mengenai etika dalam iklan.
Ketiga prinsip itu adalah :
1)
Masalah kejujuran dalam iklan,
2)
Masalah martabat manusia sebagai
pribadi, dan
3)
Tanggung jawab sosial yang mesti diemban
oleh iklan.
Ketiga prinsip moral
yang juga digaris bawahi oleh dokumen yang dikeluarkan dewan kepuasan bidang
komunikasi sosial untuk masalah etika dalam iklan ini kemudian akan didialogkan
dengan pandangan Thomas M. Gerrett, SJ
yang secara khusus menggagas prinsip-prinsip etika dalam mempengaruhi massa (bagi
iklan) dan prinsip-prinsip etis konsumsi (bagi konsumen). Dengan demikian,
uraian berikut ini akan merupakan “perkawinan” antara kedua pemikiran tersebut.
« Prinsip
Kejujuran
Prinsip
ini berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali
dilebih-lebihkan, sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan
barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan
menciptakan kebutuhan baru. Maka yang ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan
yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya
dari produksi barang dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai
konsekuensi logis, adalah upaya manipulasi dengan motif apa pun juga.
« Prinsip
Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa
iklan semestinya menghormati martabat manusia sebagai pribadi semakin
ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutn imperatif (imperative
requirement). Iklan semestinya menghormati hak dan tanggung jawab setiap
orang dalam memilih secara bertanggung jawab barang dan jasa yang ia butuhkan.
Ini berhubungan dengan dimensi kebebasan yang justeru menjadi salah satu sifat
hakiki dari martabat manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan dengan iklan yang
dikemas secanggih apa pun, setiap orang seharusnya bisa dengan bebas dan
bertanggung jawab memilih untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak.
Yang
banyak kali terjadi adalah manusia seakan-akan dideterminir untuk memilih
barang dan jasa yang diiklankan, hal yang membuat manusia jatuh ke dalam sebuah
keniscayaan pilihan. Keadaan ini bisa terjadi karena kebanyakan iklan dewasa
ini dikemas sebegitu rupa sehingga menyaksikan, mendengar atau membacanya
segera membangkitkan “nafsu” untuk memiliki barang dan jasa yang ditawarkan (lust),
kebanggaan bahwa memiliki barang dan jasa tertentu menentukan status sosial
dalam masyarkat, dll.
« Iklan
dan Tanggung Jawab Sosial
Meskipun
sudah dikritik di atas, bahwa iklan harus menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru
karena perananya yang utama selaku media informasi mengenai kelangkaan barang
dan jasa yang dibutuhkan manusia, namun dalam kenyataannya sulit dihindari
bahwa iklan meningkatkan konsumsi masyarakat. Artinya bahwa karena iklan
manusia “menumpuk” barang dan jasa pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan
merupakan kebutuhan primer. Penumpukan barang dan jasa pada orang atau golongan
masyarkat tertentu ini disebut sebagai surplus barang dan jasa pemuas
kebutuhan. Menyedihkan bahwa surplus ini hanya dialami oleh sebagai kecil
masyarakat. Bahwa sebagian kecil masyarakat ini, meskipun sudah hidup dalam
kelimpahan, toh terus memperluas batasa kebutuhan dasarnya, sementara mayoritas
masyarakat hidup dalam kemiskinan.
Di
sinilah kemudian dikembangkan ide solidaritas sebagai salah satu bentuk
tanggung jawab sosial dari iklan. Berhadapan dengan surplus barang dan jasa
pemuas kebutuhan manusia, dua hal berikut pantas dipraktekkan. Pertama,
surplus barang dan jasa seharusnya disumbangkan sebagai derma kepada orang
miskin atau lembaga/institusi sosial yang berkarya untuk kebaikan masyarakat
pada umumnya (gereja, mesjid, rumah sakit, sekolah, panti asuhan, dll).
Tindakan karitatif semacam ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kehidupan
cultural masyarakat akan semakin berkembang. Kedua, menghidupi
secara seimbang pemenuhan kebutuhan fisik, biologis, psikologis, dan spiritual
dengan perhatian akan kebutuhan masyarakat pada umumnya. Perhatian terhadap hal
terakhir ini bisa diwujudnyatakan lewat kesadaran membayar pajak ataupun dalam
bentuk investasi-investasi, yang tujuan utamanya adalah kesejahteraan sebagian
besar masyarakat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
KESIMPULAN :
¬ Dalam
periklanan kita tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu
sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat
Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan.
Iklan mempunyai unsur promosi, merayu konsumen, iklan ingin mengiming-imingi
calon pembeli. Karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika sendiri.
¬ Etika
bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk
membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta
mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan
suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis ,
organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya
perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten
dan konsekuen.
¬ Seperti
pada kasus PT Megarsari Makmur (produk HIT) masalah yang terjadi dikarenakan
kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai kandungan-kandungan apa saja yang
terkandung dalam produk tersebut.
5.2.
SARAN :
« Dari
sudut pandang etika periklanan (mengacu pada kitab Etika Pariwara Indonesia),
jelas bahwa pernyataan “termurah” (suatu bentuk pernyataan superlative) yang
tidak di dukung oleh fakta – fakta yang obyektif adalah tidak etis.
« Dari
sudut ilmu komunikasi periklanan: iklan pada dasarnya (esensinya) adalah suatu
janji. Janji antara produsen/penyedia jasa dengan para konsumennya. Hasil
polling ini jelas menunjukkan bahwa isi iklan dari produk tersebut yang
menjanjikan harga termurah ternyata berbahaya bagi kesehatan.
« Etika
(untuk profesi atau bidang apapun juga) disusun berdasarkan tata budaya ada disuatu
bangsa. Melakukan apa saja untuk mendapatkan keuntungan pada dasarnya boleh
dilakukan asal tidak merugikan pihak mana pun dan tentu saja pada jalurnya. Dengan
demikian seharusnya justru etika dipandang dengan sangat positif sebagai suatu
panduan untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak akan diterima dengan baik oleh
masyarakat (konsumen).
DAFTAR PUSTAKA
¶ Keraf,
Sonny A., Etika Bisnis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1991.
¶ Dokumen
Komisi Kepausan bidang Komunikasi Sosial tentang Etika dalam Iklan. Dikutip
dari L’Osservatore Romano N. 16, 16 April 1997.
¶ Garrett,
Thomas M., SJ, Some Ethical Problems of Modern Advertising, The
Gregoriana Univ. Press, Rome, 1961.