JAKARTA, KOMPAS.com – Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat mendukung adanya pengetatan pemberian dana pensiun bagi mantan Anggota DPR. Perlu ada pengecualian dalam pemberian dana pensiun itu sehingga bisa memenuhi harapan keadilan masyarakat. Demikian disampaikan anggota BK dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Ali Maschan Moesa saat dihubungi Kamis (7/11/2013).
“Kami sebenarnya hanya mengikuti aturan dan undang-undang yang ada. Tapi namanya orang kadang kami mau memutuskan, dia sudah mundur. Jadi saya kira perlu ini diberikan rambu-rambu dalam pemberian dana pensiun,” ujar Ali.
Ali menuturkan aturan pemberian dana pensiun perlu diperketat dengan memberikan pengecualian seperti tidak memberikan dana pensiun kepada anggota DPR yang mundur karena korupsi atau kasus tidak terpuji lainnya.
“Di dalam undang-undang kan bisa diberikan pengecualian. Kalau memang mereka mundur karena kasus korupsi, tidak perlu ada dana pensiun,” tutur Ali.
Saat ini, lanjutnya, Undang-undang nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPR dan DPRD sedang direvisi. Ali mengimbau agar lembaga swadaya masyarakat untuk memberikan masukan terkait pengetatan pemberian dana pensiun. Ali mengaku tidak mengetahui apakah dana pensiun termasuk salah satu klausul yang akan direvisi atau tidak.
“Tapi kalau ada masukan dari masyarakat, kami welcome,” katanya.
Dana pensiun
Para anggota DPR yang dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi ternyata masih mendapatkan dana pensiun. Dana pensiun itu didapat jika mereka diganti atau mengundurkan diri. Para mantan anggota dewan koruptor yang masih menerima dana pensiun itu yakni Muhammad Nazaruddin, Asad Syam (Partai Demokrat), Wa Ode Nurhayati (Partai Amanat Nasional), dan Panda Nababan (PDI Perjuangan).
Tak hanya mereka yang terkena kasus korupsi, anggota dewan yang mundur karena persoalan etika pun mendapat dana pensiun. Misalnya, mantan Ketua Fraksi Partai Gerindra Widjono Hardjanto yang hampir mendapat sanksi pemberhentian dari BK DPR karena masalah absensi dan politisi PKS Arifinto yang mundur setelah tertangkap kamera menonton video porno saat rapat paripurna.
Dana pensiun bagi anggota Dewan diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara. Selain itu, uang pensiun tersebut juga diberikan kepada anggota Dewan yang diganti atau mundur sebelum masa jabatannya habis. Hal tersebut diatur dalam UU MPR DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Uang pensiun bagi anggota DPR berjumlah 6-75 persen dari gaji pokok yang diterimanya selama aktif menjadi anggota DPR. Besaran uang pensiun juga didasarkan pada lamanya masa jabatan seorang anggota DPR. Untuk dana pensiun bagi anggota Dewan yang berhenti sebelum masa tugasnya selesai, baik karena cuti maupun diganti, Sekretariat Jenderal akan melihat terlebih dulu alasan penggantian itu.
“Jika diberhentikan tidak hormat baru tidak mendapat dana pensiun,” ujar Sekretaris Jenderal Winantuningtyastiti.
Referensi : Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar