Sangat menarik membaca tulisan Mohammad Monib di rubrik Titik Temu yang berjudul “Negara Gagal dan Iman yang Gagal” (Harian Pelita, 1/3/2013). Menurutnya, semarak kejahatan, saling menindas, korupsi merajalela, abai nasib kaum miskin, ketidakadilan hukum, penghancuran alam, bisnis yang amoral, sistem ekonomi yang menindas, kejahatan kemanusiaan tinggi, pengabaian ajaran moral bagian dari kegagalan iman dan kaum beriman (failed beliver).
Contoh perilaku amoral yang dipaparkan saudara Mohammad Monib di atas sangat relevan dengan apa yang terjadi di republik ini. Lihat saja bagaimna perilaku korupsi yang diperankan oleh para penguasa negeri ini yang semakin meningkat. Banyak elit politik yang tersandung korupsi, seperti kasus Hambalang, impor daging sapi, dan pengadaan al-Qur’an. Bahkan, tidak sedikit mereka yang korup dulunya rajin melakukan ibadah atau ritual agama.
Terkait perilaku korupsi Majelis Ulama Indonesia (MUI), sejak lama sudah memberi fatwa bahwa korupsi haram. Bukan terbatas pada agama Islam saja, agama yang lain pun demikian. Ibadah yang dilaksanakan setiap hari terkadang tak mampu menjernihkan pikiran dan hati mereka. Ibadah yang dilakukan selama ini hanya dijadikan sebatas rutinitas saja. Kehadiran agama kurang dihayati oleh setiap pemeluknya. Meminjam istilah Komaruddin Hidayat, bahwa kita saat ini terjebak pada rutinitas belaka, sehingga ibadah hanya menjadi aktivitas linier, dan maknanya tereduksi menjadi semacam data dalam angka.
Sebatas Ritual
Kehadiran agama tidak hanya dipahami sebagai komunikasi antara hamba dan Tuhannya. Lebih dari itu, agama harus berimplikasi bagi kehidupan sosial. Inilah yang diemban oleh setiap agama, yaitu keseimbangan antara kesalehan individu dan kesalehan sosial. Agama harus mampu memperbaiki moral pemimpin bangsa agar tidak terus-menerus merugikan negara dan menyengsarakan rakyat. Dalam ajaran agama khususnya Islam, Tuhan telah menciptakan segala sesuatu dengan baik dan sempurna termasuk di dalamnya adalah bagaimana menata masyarakat untuk membangun kesejahteraan bersama.
Agama mengajarkan kepada umatnya untuk tidak melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Hasil penelitian Robert D. Woodberry (2008) menunjukkan, bahwa agama mampu mengajarkan dan membuat masyarakat berbuat jujur. Agama memberikan kesadaran transendental kepada para pemeluknya tentang kehadiran entitas supranatural yang selalu mengawasi setiap perilaku manusia. Di dalam masyarakat yang menjunjung tinggi kejujuran, sepak terjang aparat lebih mudah dipantau. Akhirnya, dengan kesadaran transendentalnya, menusia menjadi lebih waspada untuk tidak bertindak melanggar hukum dan moralitas.
Hasil penelitian yang dilakukan Robert D. Woodberry di atas, jika dikaitkan dengan konteks Indonesia di mana menjadi pemeluk Islam terbesar sangat kontradiktif, mengingat kejahatan sosial seperti korupsi terus merajalela. Agama yang seharusnya menjadi benteng dari kejahatan korupsi malah menunjukkan sebaliknya. Indonesia yang mayoritas bergama Islam selalu menempatkan posisi teratas dalam hal korupsi.
Pada tahun 2012 saja, skor Indonesia adalah 32, atau berada pada urutan 118 dari 182 negara yang diukur. Hal ini berarti, kondisi buruk korupsi di Indonesia masih belum banyak berubah dari tahun ke tahun. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, maka posisi korupsi Indonesia sejajar dengan Republik Dominika, Ekuador, Mesir dan Madagaskar dengan skor yang sama, yakni 32.
Kasus korupsi di negeri ini sebenarnya sudah mendarah daging. Korupsi terjadi secara sistemik, mulai dari pusat hingga daerah. Mungkin kita kaget membaca data yang ditulis Muhammad Umar Shadat Hasibuan tentang korupsi kepala daerah. Menurutnya, selama pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, jumlah kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi berdasarkan data 2004-2012 adalah 290 orang. Dari jumlah tersebut, mereka yang menjabat sebagai gubernur sebanyak 20 orang, wakil gubernur 7 orang, bupati 156 orang, wakil bupati 46 orang, wali kota 41 orang, dan wakil wali kota 20 orang (Kompas, 1/3/2013).
Melakukan Ikhtiar
Melihat beberapa data korupsi dan hasil penelitian yang menunjukkan tidak berfungsinya peran agama dalam meredam kejahatan sosial (baca: korupsi), maka diperlukan suatu langkah nyata untuk menyegarkan kembali wacana agama yang benar-benar memberikan pencerahan dan pembebasan agar mampu melahirkan kesalehan sosial, yang pada gilirannya akan mempersempit ruang bagi tumbuh dan berkembangnya perilaku korupsi. Agama hadir sebagai petunjuk bagi manusia dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini. Manusia diciptakan tidak lain adalah untuk beribadah dan mengabdikan diri sepenuhnya kepada Tuhan.
Dalam pemikiran yang rasional, agama menjadi dasar, pedoman, rujukan dan referensi atas tindakan manusia yang meliputi semua aktivitas yang dilakukannya. Agama memegang posisi sentral dan menjadi dasar yang esensial dari semua dimensi kehidupan. Sehingga agama menjadi rujukan atas semua dalil, doktrin, dan segala tindakan manusia. Untuk itu, manusia membutuhkan pemahaman yang baik tentang agama yang dianutnya. Karena pemahaman yang baik atas agama akan menggugah manusia untuk tidak melakaukan tindakan yang merugikan negara dan orang lain. Dengan kata lain, agama tidak hanya dijadikan ritual saja, melainkan harus mampu memberikan efek positif bagi kehidupan sosial.
Saya Achmad Halima Saya ingin menyaksikan karya bagus ALLAH dalam hidup saya untuk orang-orang saya yang tinggal di sini di Indonesia, Asia dan di beberapa negara di seluruh dunia.
BalasHapusSaat ini saya tinggal di Indonesia. Saya seorang Janda dengan empat anak dan saya terjebak dalam situasi keuangan pada MARET 2017 dan saya perlu membiayai kembali dan membayar tagihan saya,
Saya adalah korban penipuan pemberi kredit 3-kredit, saya kehilangan begitu banyak uang karena saya mencari pinjaman dari perusahaan mereka. Saya hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang yang saya berutang, saya dibebaskan dari penjara dan saya bertemu dengan seorang teman, yang saya jelaskan mengenai situasi saya dan kemudian mengenalkan saya ke perusahaan pinjaman yang ALEXANDER ROBERT LOAN FIRM dapat diandalkan.
Bagi orang-orang yang mencari pinjaman? Jadi Anda harus sangat berhati-hati karena banyak perusahaan pinjaman di internet penipuan di sini, tapi mereka masih sangat nyata di perusahaan pinjaman palsu.
Saya mendapat pinjaman dari ALEXANDER ROBERT LOAN FIRM sebesar Rp900.000.000 dengan sangat mudah dalam waktu 24 jam setelah saya melamar, jadi saya memutuskan untuk membagikan karya bagus ALLAH melalui ALEXANDER ROBERT LOAN FIRM dalam kehidupan keluarga saya. Saya saran jika anda membutuhkan pinjaman silahkan hubungi ALEXANDER ROBERT LOAN FIRM. hubungi mereka melalui email:. (alexanderrobertloan@gmail.com)
Anda juga bisa menghubungi saya melalui email saya di (achmadhalima@gmail.com) jika Anda merasa sulit atau menginginkan prosedur untuk mendapatkan pinjaman.