JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad memberikan kritik pada media yang kebablasan memberitakan sosok seorang koruptor. Menurutnya, hal itu akan menimbulkan disorientasi dan berpengaruh pada sikap masyarakat dalam menilai tindak pidana korupsi.
Abraham menyampaikan, media beberapa kali kebablasan memberitakan seseorang yang sebenarnya telah menjadi tersangka dalam suatu kasus korupsi. Salah satu contoh yang ia ambil adalah pemberitaan tentang mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang menjadi tersangka dalam dugaan menerima gratifikasi di proyek Hambalang.
"Jangan media bikin profil orang yang sudah jadi tersangka (kasus korupsi), di rumahnya bikin pergerakan (Perhimpunan Pergerakan Indonesia/PPI),haduh," kata Abraham di Kampus Fakultas Kedokteran UI, Salemba, Jakarta, Selasa (26/11/2013).
Apa yang dimaksud Abraham adalah pemberitaan saat Anas mendirikan PPI. Menurut Abraham, pemberitaan terlalu berlebihan dan seakan-akan membuat Anas seperti tokoh yang akhirnya menggerus perilaku korup yang diperbuatnya.
Dalam kesempatan yang sama, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD juga menyampaikan hal senada. Ia juga mengkritik sejumlah media yang kerap memberitakan seorang koruptor dengan kerangka yang keliru.
Bagi Mahfud, jika kerangka berita sesuai, unsur edukasi akan sampai dan semangat pemberantasan korupsi akan semakin masif dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat. Misalnya, kata dia, media seharusnya memuat peristiwa saat Angelina Sondakh menangis dan tak mampu berbicara saat hukumannya diperberat dari 4 tahun menjadi 12 tahun, atau lainnya, mengenai perasaan mantan Ketua MK Akil Mochtar yang sengsara setelah rekeningnya dibekukan oleh KPK. "Ngapain nampilin koruptor yang ketawa-tawa, sibuk dengan fustun. Harusnya tampilkan Angie atau Akil yang tidak bisa belanja karena rekeningnya dibekukan. Dengan begitu, masyarakat akan takut korupsi," pungkasnya.
Referensi : Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar