Saat ini ada kecenderungan anak-anak muda yang terjun ke dunia politik menjadi semakin pragmatis.
Mereka dengan mudah pindah dari satu partai politik ke partai lainnya, yang ideologi dan orientasi politiknya berbeda-beda. Hal itu dilakukan semata-mata untuk meraih kekuasaan atau mendapatkan sumber-sumber ekonomi. Tak jarang, mereka bekerja sama dengan pihak-pihak yang secara ideologi atau orientasi politik berseberangan, bahkan berlawanan. Mereka tak memiliki visi tentang kemaslahatan bersama yang bisa dicapai melalui politik, tapi berkutat dengan kepentingan pribadi dan menggunakan politik sebagai kendaraan untuk mencapainya.
Apa yang salah dengan generasi muda kita? Ada yang berpandangan hal itu berkaitan dengan moralitas mereka yang merupakan generasi apolitis bentukan Orde Baru. Ada pula yang melihat ketiadaan musuh bersama sebagai penyebabnya. Dua hal ini membuat anak muda jadi agnoistik secara politik. Mereka kehilangan moralitas, pegangan nilai, idealisme, yang dapat menjadi panduan dalam berpolitik.
Dua pandangan tersebut ada benarnya, tetapi mengabaikan kondisi-kondisi struktural yang membentuk moralitas politik pragmatis itu. Kondisi-kondisi struktural itu adalah lapangan kerja yang minim dan sistem politik yang semakin terbuka dan kompetitif, yang berlandaskan pada uang dan dukungan massa.
Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja yang tinggi tidak dibarengi ketersediaan lapangan kerja memadai. Sektor pertanian tidak cukup menarik bagi anak muda. Salah satu penyebabnya karena sektor ini dianggap tidak mampu menghasilkan cukup uang untuk membiayai gaya hidup mereka yang kian konsumtif. Banyak anak muda kemudian melirik politik sebagai sumber penghasilan karena sektor ini menjanjikan kekuasaan yang dapat digunakan untuk mengakses sumber-sumber ekonomi.
Di antara anak-anak muda itu ada yang bekerja serabutan sambil berpolitik. Ada pula yang sepenuhnya menggantungkan hidupnya pada politik.
Tata ulang sistem politik
Biasanya mereka mengawali karier dengan menjalankan berbagai pekerjaan yang disediakan oleh sistem politik: tim sukses untuk kandidat yang bersaing dalam meraih posisi legislatif atau jabatan publik, broker politik, broker proyek-proyek pemerintah, atau sekadar ikut aneka demonstrasi demi menekan pihak lawan. Pekerjaan-pekerjaan semacam ini dianggap sebagai batu loncatan menuju karier politik yang lebih tinggi: anggota legislatif atau pejabat publik.
Bagi mereka yang sepenuhnya menggantungkan hidup pada politik, berbagai cara harus dilakukan agar tetap ada di dalamnya. Berpindah dari satu partai ke partai lain atau bekerja sama dengan pihak yang orientasi politik dan ideologinya berbeda dianggap hal biasa. Itu persoalan taktik, bukan masalah etik. Sistem politik yang bebas dan terbuka, dengan berbasiskan pada kekuatan uang dan massa, juga memberikan ruang bagi terjadinya praktik-praktik politik pragmatis di kalangan anak muda. Dalam konteks ini, sepanjang dapat memberikan dukungan finansial atau menambah kekuatan massa demi memenangi kompetisi untuk menjamin kepentingan pribadi, ideologi atau orientasi politik jadi nomor kesekian. Anak muda yang masuk ke dunia politik terjebak logika seperti ini.
Dengan berbagai permasalahan dalam struktur ekonomi dan politik tersebut, perlu dipikirkan solusi yang tepat. Jika permasalahannya adalah kesulitan anak muda memperoleh pekerjaan yang layak, solusinya tentu meningkatkan keterserapan untuk masuk ke dalam sektor pekerjaan formal. Program padat karya bisa menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah pengangguran. Penduduk usia muda perlu diprioritaskan dalam program ini sebab sebagian besar pengangguran berada pada usia ini.
Aturan-aturan main yang ada dalam sistem politik perlu ditata ulang. Nilai, ideologi, visi-misi yang mendorong seseorang untuk terjun ke dunia politik serta konsistensinya dalam memperjuangkan ketiga hal itu perlu untuk dijadikan faktor penting dalam perekrutan kader politik.
Pendidikan politik juga diperlukan untuk mengajarkan kepada generasi muda tentang hakikat politik sebagai kendaraan untuk mencapai kebajikan bersama. Pembelajaran semacam ini perlu dilakukan sejak dini melalui metode pembelajaran yang membumi agar dapat membentuk perilaku politik yang tidak pragmatis. Sekolah tentu saja menjadi medium paling tepat bagi pendidikan politik semacam ini.
Referensi : Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar