Sabtu, 28 Desember 2013

TIDAK ADA TEMPAT BAGI KORUPTOR


Salah satu tindak kejahatan yang kian melambung namanya dalam beberapa tahun terakhir adalah korupsi. Secara gampang, korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan wewenang untuk mengeruk keuntungan bagi kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan sendiri.

Dampak kegiatan korupsi sangat masif, menggerogoti sistem pemerintahan dan menghancurkan sistem perekonomian yang sehat, yang pada akhirnya menimbulkan kemiskinan. Singkatnya, korupsi merupakan wabah yang harus diberantas oleh semua pihak.

Tidak heran bila dunia internasional menetapkan 9 Desember sebagai Hari Anti Korupsi, dengan maksud menggemakan tindakan korupsi adalah musuh bersama yang harus dihancurkan. Di berbagai negara, korupsi merupakan kejahatan luar biasa dengan aturan hukum yang khusus dan berat.

Di Indonesia, puncak peringatan Hari Anti Korupsi dilakukan di Istana Negara, kemarin. Kehadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kapolri, Jaksa Agung, ketua lembaga negara, menteri kabinet, para gubernur serta sejumlah petinggi BUMN menunjukkan bahwa komitmen untuk menghapuskan korupsi telah tampak di kalangan pemimpin kita.

Komitmen tersebut dipertegas oleh pidato Ketua KPK yang mengajak kita semua untuk menjadikan korupsi sebagai musuh bersama dan mengikrarkan bahwa tidak ada tempat untuk koruptor di Indonesia. Tentu ini jangan hanya sebatas retorika yang berulangkali didengungkan tetapi beda dengan kenyataannya.

Gambaran yang dibuat oleh sebuah lembaga internasional menunjukkan hal itu. Survei yang dilakukan oleh Transparency International (TI) menunjukkan masyarakat Indonesia masih permisif terhadap korupsi.

Berdasarkan penilaian TI, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia adalah 3,2 dari skala 0-10. Semakin rendah skornya maka suatu negara dipersepsikan semakin korup. Perolehan skor 3,2 menunjukkan masyarakat Indonesia dinilai masih tidak suka antikorupsi. Pada tahun ini, Indonesia berada di peringkat 114 dari 176 negara di dunia.

Kita hanya bisa bertanya kepada diri sendiri, benarkah masyarakat Indonesia masih lebih bisa menerima tindakan koruptif?

Bisa jadi gambaran itu benar adanya. Betapa tidak, dengan kekayaan alam yang sangat melimpah dan 68 tahun kemerdekaan, di Indonesia masih banyak dijumpai kemiskinan. Kondisi sebaliknya— masyarakat sejahtera--bisa jadi sudah terwujud bila tidak ada korupsi.

Terkait dengan itu, sudah saatnya kian digalakkan upaya penyadaran terhadap masyarakat tentang risiko dan dampak buruk korupsi. Semakin masyarakat sadar, tentunya kita berharap tindakan korupsi pada akhirnya kian berkurang, bukannya kian marak seperti saat ini.

Memang dibandingkan era-era sebelumnya, jumlah kasus korupsi yang ditemukan selama masa reformasi ini kian meningkat. Bila dulu korupsi hanya terjadi di pemerintah pusat, sekarang korupsi semakin menyebar ke berbagai daerah.
Hal ini wajar saja mengingat potensi dan peluang terjadinya tindak korupsi pun meningkat. Setidaknya ada empat peluang terjadinya korupsi, pertama kemungkinan penyimpangan terhadap pengadaan barang dan jasa. Potensi penggelembungan anggaran atau pengeluaran fiktif cukup besar di Indonesia baik di lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

Kedua, potensi terjadinya korupsi dan penyimpangan dalam pengeluaran izin baik di pusat dan daerah sebagai konsekuensi dari otonomi daerah. Ketiga, potensi dalam penyusunan dan penggunaan dana APBN dan APBD serta keempat adalah potensi penyimpangan di perpajakan.

Pemberantasan korupsi tentu tidak hanya sekadar membawa para pelakunya ke meja pengadilan. Hal penting lainnya adalah bagaimana meniadakan sumber dan peluang terjadinya korupsi.

Dalam hal penindakan korupsi, mau tidak mau kita harus memberikan apresiasi kepada KPK yang selama10 tahun ini berusaha konsisten untuk melakukan tugasnya secara profesional, hati-hati dan independen.


Namun masifnya tingkat korupsi di Indonesia tentu tidak bisa hanya ditangani oleh KPK sendiri. Oleh karena itu kita juga berharap, KPK bisa bersinergi lebih aktif dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan. Sinergi seperti itu akan mampu mengikis korupsi secaral lebih efektif.

Referensi : Bisnis Indonesia (10/12/2013)

1 komentar:

  1. Saya Achmad Halima Saya ingin menyaksikan karya bagus ALLAH dalam hidup saya untuk orang-orang saya yang tinggal di sini di Indonesia, Asia dan di beberapa negara di seluruh dunia.
     Saat ini saya tinggal di Indonesia. Saya seorang Janda dengan empat anak dan saya terjebak dalam situasi keuangan pada MARET 2017 dan saya perlu membiayai kembali dan membayar tagihan saya,
    Saya adalah korban penipuan pemberi kredit 3-kredit, saya kehilangan begitu banyak uang karena saya mencari pinjaman dari perusahaan mereka. Saya hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang yang saya berutang, saya dibebaskan dari penjara dan saya bertemu dengan seorang teman, yang saya jelaskan mengenai situasi saya dan kemudian mengenalkan saya ke perusahaan pinjaman yang ALEXANDER ROBERT LOAN FIRM dapat diandalkan.
    Bagi orang-orang yang mencari pinjaman? Jadi Anda harus sangat berhati-hati karena banyak perusahaan pinjaman di internet penipuan di sini, tapi mereka masih sangat nyata di perusahaan pinjaman palsu.
     Saya mendapat pinjaman dari ALEXANDER ROBERT LOAN FIRM sebesar Rp900.000.000 dengan sangat mudah dalam waktu 24 jam setelah saya melamar, jadi saya memutuskan untuk membagikan karya bagus ALLAH melalui ALEXANDER ROBERT LOAN FIRM dalam kehidupan keluarga saya. Saya saran jika anda membutuhkan pinjaman silahkan hubungi ALEXANDER ROBERT LOAN FIRM. hubungi mereka melalui email:. (alexanderrobertloan@gmail.com)
    Anda juga bisa menghubungi saya melalui email saya di (achmadhalima@gmail.com) jika Anda merasa sulit atau menginginkan prosedur untuk mendapatkan pinjaman.

    BalasHapus