Jakarta - Guru Besar bidang Sosiologi, Pembangunan Sosial dan Kesejehateraan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Dr Susetyawan, mengatakan siapapun dapat terjebak pada praktik korupsi di Indonesia. Tidak saja kalangan alumnus dari perguruan tinggi. Hal itu disebabkan karena sistem sosial dan budaya di Indonesia saat ini memberi peluang bagi siapapun untuk melakukan korupsi.
Menurut Susetyawan, sangkaan yang dilontarkan Ketua DPR Marzuki Alie soal orang pintar alumni perguruan tinggi ternama banyak 'terjebak' melakukan praktek korupsi sangat tidak objektif. Karena pada realitasnya, yang terjebak korupsi dari banyak kalangan. Bahkan yang tidak mengenyam pendidikan perguruan tinggi pun bisa melakukan korupsi.
"Sebenarnya yang menjadi koruptor tidak semua dari perguruan tinggi, yang bukan dari perguruan tinggi pun bisa terjebak. Karena korupsi di negara ini persoalan sistem, bukan persoalan perguruan tinggi atau pendidikannya. Sistem keuangan yang membuat orang jadi koruptor," ujar Susetyawan saat berbincang-bincang dengan detikcom, Selasa (8/5/2012).
Dia mencontohkan sistem yang berlaku pada pembahasan hingga penetapan APBN dan APBN-P. Setelah APBN-P ditetapkan, pencairan anggaran yang mencapai ratusan triliunan rupiah tersebut biasanya dilakukan pada bulan September dan Oktober. Sementara Desember sudah harus dilaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran tersebut.
"Bagaimana bisa duit triliunan itu bisa habis dalam 1-2 bulan. Sementara ada tuntutan penilaian kinerja efektif salah satunya dari sisi penyerapan anggaran. Situasi sistem inilah yang memberi peluang korupsi. Sehingga siapapun yang masuk dalam sistem ini, meskipun dia merupakan orang yang sangat baik, pasti akan terjebak melakukan korupsi. Jadi korupsi ini soal sistem," jelas Susetyawan.
Dampak dari kekeliruan sistem ini, lanjut Susetyawan, adalah 'dorongan' bagi pelaksana sistem untuk melakukan tindakan tidak bermoral. Karena korupsi adalah tindakan tidak bermoral. Moral menurut Susetyawan, adalah tidak merugikan hak-hak orang lain dalam segala derivasi maknanya.
Di sisi lain, kondisi demikian diperparah dengan sistem pendidikan Indonesia yang dinilai Susetyawan, lebih mementingkan pragmatisme daripada nilai-nilai ilmu pengetahuan dan moralitas humanitarian. Dia mencontohkan, mahasiswa yang menuntut ilmu ataupun ilmuwan di perguruan tinggi lebih mengejar gelar kesarjanaan, dan pihak perguruan tinggi lebih menargetkan kuantitas kelulusan daripada mengembangkan ilmu pengetahuan itu sendiri.
"Dunia perguruan tinggi, dunia ilmu pengetahuan di Indonesia belum menjadi academic culture. Banyak ilmuwan yang menjadi pejabat di luar. Sistem membuat kaum ilmuwan yang seharusnya 'berdiam diri' di dunia ilmu pengetahuan, tapi malah digeret-geret ke lingkaran politik dan kekuasaan," cetus dia.
Sementara, nilai moralitas humanitarian hanya menjadi perbincangan di kalangan intelektual di kampus-kampus, namun tidak melekat dalam pribadi-pribadinya dan tidak terinternalisasikan ke dalam sikap sehari-hari. Sehingga ketika pribadi tersebut keluar dari dunia perguruan tinggi dengan nilai moralitas yang lemah, harus menerima kenyataan sistem di luar yang memberi peluang bagi siapapun untuk melakukan praktek melanggar moral, seperti korupsi.
"Kondisi-kondisi demikian yang menciptakan asumsi banyak alumni perguruan tinggi menjadi koruptor. Padahal tidak demikian, tapi karena sistem. Siapapun akhirnya melakukan korupsi," pungkasnya.
Referensi : Detik.com
Saya Achmad Halima Saya ingin menyaksikan karya bagus ALLAH dalam hidup saya untuk orang-orang saya yang tinggal di sini di Indonesia, Asia dan di beberapa negara di seluruh dunia.
BalasHapusSaat ini saya tinggal di Indonesia. Saya seorang Janda dengan empat anak dan saya terjebak dalam situasi keuangan pada MARET 2017 dan saya perlu membiayai kembali dan membayar tagihan saya,
Saya adalah korban penipuan pemberi kredit 3-kredit, saya kehilangan begitu banyak uang karena saya mencari pinjaman dari perusahaan mereka. Saya hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang yang saya berutang, saya dibebaskan dari penjara dan saya bertemu dengan seorang teman, yang saya jelaskan mengenai situasi saya dan kemudian mengenalkan saya ke perusahaan pinjaman yang ALEXANDER ROBERT LOAN FIRM dapat diandalkan.
Bagi orang-orang yang mencari pinjaman? Jadi Anda harus sangat berhati-hati karena banyak perusahaan pinjaman di internet penipuan di sini, tapi mereka masih sangat nyata di perusahaan pinjaman palsu.
Saya mendapat pinjaman dari ALEXANDER ROBERT LOAN FIRM sebesar Rp900.000.000 dengan sangat mudah dalam waktu 24 jam setelah saya melamar, jadi saya memutuskan untuk membagikan karya bagus ALLAH melalui ALEXANDER ROBERT LOAN FIRM dalam kehidupan keluarga saya. Saya saran jika anda membutuhkan pinjaman silahkan hubungi ALEXANDER ROBERT LOAN FIRM. hubungi mereka melalui email:. (alexanderrobertloan@gmail.com)
Anda juga bisa menghubungi saya melalui email saya di (achmadhalima@gmail.com) jika Anda merasa sulit atau menginginkan prosedur untuk mendapatkan pinjaman.